ysb-sumenep
Label
- Benarkah kita kikir? (1)
- Fenomena Prediksi (1)
- Kita dan kebahagiaan (1)
- Mengapa pamahaman syariat jika ditinjau dari pemahaman tarekat terbalik? (1)
- Mengenal rasa dalam ruhani (ruh) 1 (1)
- Mengenal Rasa Dalam Ruhani (ruh) 2 (habis) (1)
- Nadham (1)
- Nur Muhammad (1)
- Pemikiran dan musyahadah (1)
- pengertian khusyu' dalam thariqah (1)
- Shalat Sunnah Rajab Dalam AL-GHUNYAH (1)
- terjemah bebas nadham (1)
YSB Korwil Sumenep
Pemikiran dan musyahadah
Allah berfirman dalam Al Quran:
وَماَ خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلاِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah"
Abdullah bin 'Abbas (ibnu Abbas) menafsiri lafadz liya'budun (agar menyembah) dengan liya'rifun (agar ma'rifat). Secara bahasa punya pengertian bahwa jin dan manusia diciptakan hanyalah untuk ma'rifat, otomatis orang yang belum ma'rifat berarti belum menyembah. Maka kalau dilihat dari penafsiran Ibnu Abbas tersebut, kita masih belum menyembah kepada Allah, karena kita belum sampai kepada tingkatan ma'rifat. maka dalam munajat kita setiap kita akan melaksanakan dzikir kita selalu menyebut a'thinii mahabbataka wa ma'rifataka. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang ma'rifat kepada Allah. Amin!
اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِياَماً وَقُعُوْداً وَعَلىَ جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فيِ خَلْقِ السَّمَواَتِ وَاْلأَرْضِ رَبّناَ ماَخَلَقْتَ هَذاَ باَطِلاً سُبْحاَنَكَ فَقِناَ عَذاَبَ النَّارِ
Konsep ini juga di kenal dengan ulul albab, secara pemahamannya bahwa orang yang berdzikir dalam keadaan bagaimanapun baik derdiri, duduk atau melakukan aktifitas lainnya, dari hati itulah kita akan menerima ilham dan disaring antara yang baik dan yang buruk, yang baik akan di terima hati sedang yang buruk di terima pikiran (akal). Dengan dzikir itulah kita dapat mengeluarkan energi positif yang akan membawa pikiran kita kepada apa sesuatu yang telah diciptakan Allah yang ada di langit dan di bumi, jadinya pemikiran kita ditimbulkan dari hati dan diterima oleh otak, maka pemikiran dengan kekuatan dzikir dari hati tersebut akan memunculkan musyahadah, atau penyaksian hati kepada Allah, musyahadah inilah yang disebut dalam Al Quran sebagai sesuatu yang luar biasa, dan ia akan berproses menjadi ma'rifat. Firman Allah:
رَبّناَ ماَخَلَقْتَ هَذاَ باَطِلاً سُبْحاَنَكَ فَقِناَ عَذاَبَ النَّارِ
"Wahai tuhan kami sungguh Engkau tidak akan membuat yang Bathil (rusak) mahasuci Engkau, maka jauhkanlah kami dari siksa neraka". Kaetika kita sudah musyahadah pada apa yang harus dijalankan pikiran yang dimunculkan oleh Allah dalam hati, maka kitapun bahwa apa yang kita saksikkan adalah kebenaran yang haqiqi, maha suci Allah semoga kita di jauhkan dari api neraka, karena ketidak tahuan kita akan apa yang telah Allah ciptakan. Semoga kita selalu mendapat barokah dan bimbingan dari guru agar kita dapat mencapai ma'rifat kepada Allah. Amin…. Wallahu a'lam bis shawaab!
Pada posting terdahulu kita sudah sedikit membahas tentang rasa dalam Ruh Jasmani dan sebagian Ruh Rahmani, sekarang kita lanjutkan tentang rasa dalam Ruh Rahmani ini, tanda-tanda ruh ini yang Allah sebutkan dalam Al-Quran adalah rasa gembira dan susah (sedih). Dalam kitab "Sirrul Asrar" Tuan Guru Syaikh Abdul Qadir Al-jailani Qs. diterangkan bahwa ruh ini amaliyahnya adalah Thariqah. Maka dari itu dalam beberapa pengajian pemateri menyampaikan, bahwa semestinya orang berthariqah seharusnya menggunakan ruh rahmaninya, dalam artian orang yang berthariqah semestinya menggunakan thariqahnya bukan lagi di syariatnya, karena dalam syariat sudah ada ruh jasmaninya yang harus digunakan, jadi sedikitnya kita membedakan mana amaliyah jasmani (syari'at) dan mana amaliyah ruhaniyah atau rahmani (thariqat) dalam rasa, namun jangan lupa bahwa semua amaliyah itu harus di laksanakan dalam satu rangka jasad, jadi tetap dilaksanakan semuanya antara amaliyah syari'at dan amaliyah thariqat. Dan amaliyah thariqah ini dari asma' yakni berupa huruf atau lafadz lalu dengan kehendak Allah akan berpindah sehingga ia akan berproses memenuhi dalam hati dan nur dari Allah akan tampak bagai hujan yang turun sehingga iapun terpaksa dzikir itu menggerakkan seluruh apa yang ada pada tubuh kita mengikuti dzikir yang ada dalam hati dan disinilah Ruh Sulthani berperan dengan mempertahankan dzikir tersebut, yakni amaliah dalam Sulthani adalah mudawamah, (terus menerus) dan akhirnya sampai akhirnya menjadi sirr. Jadi rasa dalam ruh sultani adalah ketika keseluruhan yang ada pada badan kita terpaksa mengikuti dzikir yang ada pada hati, dikatakan terpaksa karena ia akan mengikuti sendiri meski sebagian anggota badan ingin melakukan pekerjaan lain tapi dzikir itu tak terbendung masuk pada sebagian anggota tubuh tersebut. Sebagian dari ikhwan bertanya kepada pemateri, adakah kiranya orang yang tidak mengalami perjalanan rasa seperti yang di sebutkan tetapi dapat sampai pada tingkatan ma'rifat? Jawabannya ada, sebab semuanya tergantung pada kehendak Allah Azza Wa Jalla, dan segala sesuatu yang ada di bumi ini bersifat mungkin. Beliau berpesan masalah rasa ini cukup sampai di sulthani saja, biar selanjutnya masing-masing yang merasakan karena walaupun saya ceritakan tidak akan dapat diumpamakan karena sudah berupa rasa. Yang penting menurut beliau bagaimana para ikhwan TQN PP.Suryalaya dapat mengamalkan Thariqah ini dengan menggunakan Ruh Rahmaninya sehingga dapat mencapai mahabbah dan ma'rifat pada Allah Azza Wa Jalla. Dan tentunya juga dengan bimbingan dan barokah dari para Guru pedahulu kita! Wallahu A'lam!
Mengenal Rasa Dalam Ruhani (ruh) Bagian 1
Sekarang masalah ruh jasmani yang mempunyai rasa yang diberi tugas amaliah yang wajib dari Allah yaitu melaksanakan kewajiban syari'at tanpa syirik, riya' sum'ah dan semua yang ada dalam ilmu akhlaq termasuk juga dzikir jahr, maka rasa akan lebih dalam dan dapat merasakan bahwa ia berada dalam alam mulki (alam kasat mata) dan terus berproses lagi sehingga rasa itu berpindah alam dari alam mulki ke alam malakut yakni alam rasa dari para malaikat, pada perpindahan ini terjadi masa transisi yang kita kenal dengan fana', kenapa ada masa transisi? Karena bingungnya rasa yang baru mengenal alam baru. Contohnya kalau kita datang ke Jakarta dan sebelumnya kita belum pernah sampai ke Jakarta maka kita akan kebingungan, dan kebingungan itu akan menghilang tergantung pada usaha orangnya. Alam malakut itu sudah masuk dalam lingkup ruh rahmani. Tanda yang dapat kita rasa dari rahmani adalah rasa gembira atau rasa sedih, itulah sebagian tanda dari adanya ruh rahmani. Dan dalam hati ini kita dapat merasakan ilham dari Allah, yakni segala yang berupa jawaban dari Allah atau dari apapun yang menjadi pertanyaan kita atau bukan, akan dapat diterima oleh hati. sebagaimana firman Allah :
Contohnya ketika kita akan terjerumus dalam suatu kemaksiatan maka apa yang dapat kita rasakan pertama kali? Tentunya adanya rasa tidak terimanya hati untuk melakukan kemaksiatan tersebut, itu terjadi secara spontan. Akan tetapi kebanyakan orang yang tidak peka pada rasa dalam hati, akan dikalahkan oleh akal yang di kemudikan oleh syaitan sehingga dapat melakukan kemaksiatan tersebut. Semua ini didapat bukan karena ilmunya yang banyak atau sekolah yang tinggi, tetapi semunya dapat diraih hanya dengan dzikir yang telah di talqinkan. Wallahu a'lam!
Dalam pengertian thariqah, khusyu' bukanlah dibuat-buat akan tetapi harus muncul dari hati tiada lain yang dapat memunculkan itu semua adalah dengan dzikrullah. Jika ditinjau dari kata (lafadz), kata qulub dalam qulubuhum dalam ayat diatas mengandung arti beberapa hati yakni kata ini tergolong lafadz jama' (kata yang menunjukkan tiga benda atau lebih), maksud beberapa hati adalah ruh yang tersusun dari empat susunan itu, karena ruh itulah yang dapat menerima rasa, makanya ulama' sufi mempunyai pengertian tiga hati adalah tingkatan ketiga dari pada susunan ruh tersebut. Jadi susunan ketiga dari pada ruh itu adalah ruh sulthani (ruh sulthan atau penguasa ruh dalam tubuh), jika penguasa (hati) beraksi (berdzikir) maka seluruh pori-pori dan segala yang ada dalam tubuh akan ikut terkontaminasi dengan dzikirnya. Dalam tingkatan itu kita akan dapat merasakan khusyu' yang haqiqi tak ada yang lain dalam hatinya selain Allah saja, namun bukan sampai disini tujuan kita berthariqah, karena masih akan terus berproses. Sekarang bagaimana dengan kenyataan yang sedang kita hadapi, yakni dalam kenyataannya kita tidaklah sampai pada tingkatan itu. Ingatlah! orang yang mendapatkan semua itu bukanlah karena lamanya masuk didalam thariqah, bukan pula karena banyaknya hitungan dzikir yang kita lakukan atau karena diangkat jadi wakil talqin, ingat wakil talqin bukanlah pangkat atau kedudukan dalam thariqah tapi pemegang amanah dari pengersa Abah, akan tetapi semua itu hanya karena kehendak Allah semata yang dapat menjadikannya sampai kepada tingkatan tersebut . Seharusnya kita terus bersyukur saat sekarang ini kita menjadi orang yang berthariqah yang sudah naik satu tingkat dan tinggal satu tingkat lagi untuk sampai pada tingkatan itu, dan akan terus berperoses kearah yang lebih dari semua itu, dengan bimbingan, kasih sayang guru, juga barokah dan karomah guru serta sulthon auliya'. Amien…. Wallahu a'lam!